http://www.pdf-search-engine.com/sistem-tenaga-listrik-pdf.html
http://www.elektroindonesia.com/elektro/energi12b.html
http://ft-elektro.usk.ac.id/rekayasa/2004/321_2004.pdf
Jumat, 06 Februari 2009
Kamis, 05 Februari 2009
Komponen Sistem Tenaga Listrik
Komponen Sistem Tenaga Listrik
Dalam bisnis kelistrikan, komponen yang mendukung ketersediaan listrik sampai dapat dinikmati oleh pelanggan adalah sebagai berikut :
Pembangkit adalah Mesin yang memproduksi tenaga listrik. Beberapa jenis pembangkit diantaranya :
Dalam bisnis kelistrikan, komponen yang mendukung ketersediaan listrik sampai dapat dinikmati oleh pelanggan adalah sebagai berikut :
Pembangkit adalah Mesin yang memproduksi tenaga listrik. Beberapa jenis pembangkit diantaranya :
- PLTU : Pembangkit Listrik Tenaga Uap dengan bahan bakar minyak(MFO), gas alam dan batubara.
- PLTG : Pembangkit Listrik Tenaga Gas dengan bahan bakar minyak(HSD) dan gas alam
- PLTGU : Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap dengan bahan bakar minyak (HSD) dan Gas alam.
- PLTP : Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi dengan energi primer uap panas bumi
- PLTD : Pusat Listrik Tenaga Diesel dengan energi primer Minyak (MFO atau HSD)
- PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air
- PLTMH : Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
- PLTN : Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
- Transformator yaitu alat yang menaikkan atau menurunkan tegangan listrik
- Transformator pembangkit / tegangan tinggi
- Transormator tegangan menengah
- Transformator distribusi / tegangan rendah
Transmisi yaitu jaringan pengirim tenaga listrik tegangan tinggi - SUTET : Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (500 kV)
- SUTT : Saluran Udara Tegangan Tinggi (150 kV, 70 kV)
- SKTT : Saluran Kabel Tegangan Tinggi (150 kV, 70 kV)
- Distribusi adalah Jaringan pengirim tenaga listrik tegangan menengah / rendah
SUTM : Saluran Udara Tegangan Menengah (20 kV) - SKTM : Saluran Kabel Tegangan Menengah (20 kV)
- SUTR : Saluran Udara Tegangan Rendah (220 kV)
Konsumen - Konsumen tegangan rendah
- Konsumen tegangan menengah Konsumen tegangan tinggi
Jumat, 16 Januari 2009
Proses Kiamat
Apabila matahari digulung
Dan apabila bintang-bintang berjatuhan
Dan apabila gunung-gunung dihancurkan
Dan apabila unta-unta bunting ditinggalkan
Dan apabila binatang-bintang buas dikumpulkan
Dan apabila lautan dijadikan meluap
Dan apabila ruh-ruh dipersatukan
(Q.S. At-Takwir 81: 1-7)
Apabila matahari digulung
Dr. T. Djamaluddin dalam buku Menjelajah Keluasan Langit; Menembus Kedalaman Al Quran, yang diterbitkan Khazanah Intelaktual, halaman 81-82, menjelaskan bahwa kehancuran total alias kiamat bermula dari berkontraksinya alam semesta. Kalimat Apabila matahari digulung menggambarkan saat alam semesta mulai mengerut. Ketika itulah galaksi-galaksi mulai saling mendekat dan bintang-bintang, termasuk tata surya, saling bertumbukan atau dengan kata jatuh satu sama lain.Alam semesta makin mengecil, akhirnya semua materi di alam semesta akan runtuh kembali menjadi satu kesatuan seperti pada awal penciptaannya. Inilah yang disebut Big Crunch (keruntuhan besar) sebagai kebalikan dari Big Bang, ledakan besar saat penciptaan alam semesta. Kejadian inilah yang tampaknya digambarkan dalam Surat Al Anbiya ayat 104 dengan mengumpamakan pengerutan alam semesta seperti makin mampatnya lembaran kertas yang digulung. “Pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran buku. Sebagaimana Kami telah memulai awal penciptaannya akan Kami ulangi seperti itu.”
Dan apabila bintang-bintang berjatuhan
Saat matahari terbenam dan kegelapan malam menyelimuti bumi, tataplah ke atas sana. Nun jauh di sana, tampak titik-titik bintang indah menghiasi angkasa. Nun jauh di luar bumi, ada jutaan, bahkan miliaran, galaksi-galaksi bagaikan pulau-pulau yang saling berjauhan yang berpenghuni miliaran bintang.Matahari adalah salah satu bintang terdekat dan merupakan induk tata surya bermassa sekitar 300.000 kali massa bumi dan berukuran lebih dari sejuta kali besar bumi. Gaya gravitasinya mampu menahan semua anggota tata surya yang sedikitnya terdiri dari 9 planet, sekitar 42 satelit, ratusan ribu asteroid (planet kecil), miliaran komet, dan tak terhingga bongkahan batuan, logam, atau es yang disebut meteoroid yang bertebaran di ruang antarplanetMatahari hanyalah salah satu bintang berwarna kuning yang berukuran sedang. Padahal, masih ada miliaran bintang yang ukurannya ratusan kali lebih besar dari matahari. Bumi, tempat kita berpijak, hanyalah satu planet kecil di tata surya. Planet Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus berukuran lebih besar daripada planet bumi. (T. Djamaluddin 2006: 28).Pada ayat ini disebutkan dan apabila bintang-bintang berjatuhan, maksudnya, bahwa miliaran galaksi yang berpenghuni miliaran bintang akan saling bertabrakan dan keseimbangan semesta pun kacau balau. Inilah peristiwa kiamat yang sangat mengerikan.
Dan apabila gunung-gunung dihancurkan
Sejatinya, gunung-gunung itu berfungsi sebagai pasak bumi.
”Dan Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak.” (Q.S. An-Naba 78: 6-7).
Bisa dibayangkan, apabila kita membangun tenda tanpa pasak, apa yang akan terjadi? Tentu tidak akan kokoh, bukan. Begitupun, bumi tidak akan stabil dan kokoh tanpa gunung-gunung karena gunung berfungsi sebagai pasaknya. Nah, pada saat bintang-bintang berjatuhan dan bertabrakan, sudah dipastikan bumi pun akan mengalami kehancuran total. Hal ini ditegaskan, dan apabila gunung-gunung dihancurkan.
Tidak sedikit ayat yang menyinggung tentang gunung saat berbicara tentang kiamat. Ini menunjukkan peranan gunung dalam keseimbangan bumi. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat berikut, ”Mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, ’Tuhanku akan menghancurkannya pada hari kiamat dengan sehancur-hancurnya.” (Q.S. Thaha 20: 105) ”Dan gunung-gunung akan dihapuskan, hingga jadilah dia fatamorgana.”
(Q.S. An-Naba 78: 20)
Dan apabila unta-unta bunting ditinggalkan
Al ’isyar adalah unta bunting sepuluh bulan. Di kalangan orang Arab, inilah unta yang paling baik dan mahal. Dalam konteks sekarang, tentu bukan unta bunting yang dianggap berharga, namun boleh jadi kendaraan dan perhisan mewah. Pada hari terjadinya kiamat, manusia akan meninggalkan apa pun yang dinilainya berharga, bahkan orang yang dicintainya pun akan ditinggalkannya.
”Pada hari kamu melihat goncangan (kiamat) itu, lalailah wanita yang menyusui dari anak yang disusuinya itu, dan wanita-wanita hamil mengalami keguguran, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk padahal mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah sangat keras.” (Q.S. Al Hajj 22: 2). Pada ayat ini ada penegasan bahwa seorang ibu yang sedang menyusui anaknya akan meninggalkannya karena sangat ketakutan.
Dan apabila binatang-bintang buas dikumpulkan
Insting binatang sangat kuat menangkap isyarat alam. Pada saat alat pendeteksi gempa belum ditemukan, orang-orang dahulu sering menjadikan perilaku binatang sebagai isyarat akan terjadinya suatu pertiwa yang hebat di bumi. Apabila binatang-binatang buas turun dari hutan menuju daratan, ini boleh jadi isyarat akan terjadinya gempa hebat atau gunung meletus.Dan apabila binatang-binatang buas dikumpulkan adalah isyarat bahwa binatang buas pun sepertinya hilang kebuasannya hingga mereka mau berkumpul. Padahal, sifat asli bianatang buas itu sangat individualis, mereka lebih suka hidup sendiri-sendiri. Namun, saat terjadi kiamat, mereka berkumpul dengan sangat ketakutan. Ini isyarat betapa dasyatnya peristiwa kiamat.
Dan apabila lautan dijadikan meluap
Kata sujjirat pada ayat ini mengandung makna meluap disertai mendidih. Pada hari kiamat, air laut akan meluap disertai mendidih. Mengapa bisa terjadi demikian? Peristiwa ini bisa terjadi ketika matahari membengkak menjadi bintang raksasa merah.Menurut teori evolusi bintang, matahari kita akan membesar menjadi bintang raksasa merah menjelang kematiannya. Pada saat itu, matahari bersinar sedemikian terangnya hingga lautan akan mendidih dan kering, batuan akan meleleh dan kehidupan akan punah.
Matahari akan terus bertambah besar hingga planet-planet di sekitarnya, Merkurius, Venus, Bumi, Bulan, serta Mars akan masuk ke dalam bola gas matahari. Barangkali kejadian inilah yang diisyaratkan dalam Al Quran sebagai bersatunya matahari dan bulan. ”Ketika pemandangan telah kacau balau dan bulan hilang cahayanya; matahari dan bulan disatukan ...” (Q.S. Al Qiyamah 55: 7-9). (T. Djamaluddin 2006:81)
Dan apabila roh-roh dipersatukan
Ustadz Sayyid Quthb dalam tafsir Ad-Dzilal menyebutkan bahwa ayat ini paling tidak mengandung dua makna.Pertama, bisa jadi yang dimaksud dan apabila ruh-ruh dipersatukan adalah dipersatukan roh-roh itu dengan jasadnya sesudah dikembalikan penciptaannya. Maksudnya, semua manusia yang sudah mati, bahkan tulang belulangnya pun telah menjadi tanah, akan dikembalikan pada bentuk aslinya dan disatukan kembali dengan rohnya.Melakukan hal ini bagi Allah swt. tidaklah sulit, “Dan dialah yang menciptakan dari permulaan, kemudian mengembalikannya kembali, dan menghidupkannya kembali adalah lebih mudah bagi-Nya. Dan milik-Nya sifat Maha Tinggi di langit dan di bumi. Dan Dia-lah yang Maha Perkasa Maha Bijaksana.” (Q.S. Ar-Rum 30: 27)Kedua, bisa jadi yang dimaksud dengan dan apabila roh-roh dipersatukan adalah akan dihimpunnya setiap kelompok roh-roh yang sejenis dalam satu kelompok tertentu, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut.”Dan kamu menjadi tiga golongan, yaitu golongan kanan. Alangkah mulia golongan kanan itu. Dan golongan kiri, alangkah sengsara golongan kiri itu. Dan orang-orang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan pada Allah. Berada dalam surga kenikmatan.” (Q.S. Al Waqi’ah 56: 7-12)
Menurut ayat ini, pada hari kiamat roh-roh akan dihimpun dalam tiga kelompok.
Pertama, Kelompok Kanan adalah kelompok yang mendapatkan kenikmatan dan kemuliaan
Kedua, Kelompok Kiri adalah kelompok yang mendapatkan kehinaan dan kesangsaraan
Ketiga, Kelompok Muqarrabin adalah kelompok yang mendapatkan pengormatan untuk didekatkan dengan Allah.
Mereka bukan hanya mendapatkan kenikmatan dan kemuliaan, namun juga posisinya didekatkan dengan Allah swt.Dua macam penafsiran yang dikemukakan Ustadz Sayyid Quthb bisa diterima karena berlandaskan pada alasan-alasan yang bersumber dari Al Quran. Maksudnya, kita bisa menafsirkan ayat dan apabila roh-roh dipersatukan dengan dipersatukannya roh dengan jasad. Atau bisa juga bermakna, dikumpulkannya roh-roh manusia berdasarkan kelompok kualitasnya.
Kiamat
" Apabila langit terbelah। Dan apabila bintang-bintang gugur bertaburan। Dan apabila lautan pecah bercampur baur. Dan apabila kubur-kubur dibongkarkan. Setelah semua itu berlaku mengertahuilah tiap-tiap diri akan apa yang telah dikerjakan dan ditinggalkan"
( Al Infitar 1-5)
"Apabila langit terbelah. Serta mematuhi perintah tuhannya dan sudah semestinya ia patuh. Dan apabila bumi diratakan. Serta mengeluarkan apa yang di dalamnya dan menjadi kosong. Serta mematuhi perintah tuhanya dan sudah semestinya ia patuh( maka pada saat itu tipa tipa seseorang akan mengertahui apa yang telah dilakukanya)"
( Al Insyiqqaq ayat 1-5 )
"Apabila langit terbelah. Serta mematuhi perintah tuhannya dan sudah semestinya ia patuh. Dan apabila bumi diratakan. Serta mengeluarkan apa yang di dalamnya dan menjadi kosong. Serta mematuhi perintah tuhanya dan sudah semestinya ia patuh( maka pada saat itu tipa tipa seseorang akan mengertahui apa yang telah dilakukanya)"
( Al Insyiqqaq ayat 1-5 )
satu persatu kita dikejutkan dengan berita-berita mala pertaka dan bencana alam yang menimpa di dalam dunia kita. Boleh dikatakan hampir tiap bulan berlaku bencana alam yang meragut berjuta-juta nyawa manusia. Gempa bumi, puting beliung, tsunami dan pelbagai-bagai nama yang diberi, entah!! apa lagi yang akan belaku akan datang. Hanya tuhan yang tahu. Namun, manusia masih lagi tidak sedarkan diri. Jika sedarpun, hanya waktu itu sahaja, tetapi masih lagi sombong dan angkuh melakukan maksiat kepada Allah dan kerosokan di atas dunia...
Begitulah apa yang berlaku di dalam dunia dan dapat dilihat oleh kita hari ini, namun kita tidak mengertahui apa yang sedang berlaku di luar dunia sana । Planet-planet dan cakerawala nun jauh disana sedang menuju kepada kebinasaan dan akan menyebabkan apa yang dijanjikan oleh Allah dan apa yang diceritakan oleh Al-Quran akan berlaku. Mudah-mudahan Allah menetapkan iman kita hingga ke akhir hayat॥
Begitulah apa yang berlaku di dalam dunia dan dapat dilihat oleh kita hari ini, namun kita tidak mengertahui apa yang sedang berlaku di luar dunia sana । Planet-planet dan cakerawala nun jauh disana sedang menuju kepada kebinasaan dan akan menyebabkan apa yang dijanjikan oleh Allah dan apa yang diceritakan oleh Al-Quran akan berlaku. Mudah-mudahan Allah menetapkan iman kita hingga ke akhir hayat॥
Allah SWT telah menciptakan banyak bintang di alam semesta dalam kuantiti yang tidak terbilang selagi dikehendakiNya. Dari pandangan sains astronomi, gugusan bintang ini diberi nama galaksi nama 'galaksi'. Terdapat banyak galaksi yang hanya ALLAH saja yang tahu jumlah sebenarnya.
Salah satu daripadanya adalah galaksi di mana bumi kita berada di dalamnya yang diberi nama 'bima sakti'।Dengan kuasa ALLAH diciptakanNya pula objek langit dan planet berputar mengelilingi matahari mengikut orbit yang tersusun. Kumpulan planet yang bergerak mengelilingi matahari, diberi nama pula Sistem Suria (Solar System). Begitu pula dengan galaksi lain yang memiliki pusatnya sendiri. Putaran planet terhadap pusat galaksi secara tersusun ini kemudian diistilahkan sebagai 'orbit'.Pakar-pakar astronomi menyatakan kini sudah banyak planet yang berputar secara berbalik arah, jika di planet bumi kita ini matahari masih terbit dari arah timur, maka beberapa tahun ini terdapat fenomena baru yang di dalam pemantauan ahli astronomi ini planet lain sudah mulai berbalik arah dan matahari terbit dari arah barat. Dari sisi ilmiah, inilah pertanda akhir zaman mendekati kiamat, sebagaimana petunjuk dari Nabi junjungan kita, Muhammad SAW. Dalam kekalutan memantau berterusan pergerakan planet-planet yang telah berlawan arah ini, mereka menemui satu planet baru yang di beri nama Planet Nibiru (ada yang panggil Planet X ).
Salah satu daripadanya adalah galaksi di mana bumi kita berada di dalamnya yang diberi nama 'bima sakti'।Dengan kuasa ALLAH diciptakanNya pula objek langit dan planet berputar mengelilingi matahari mengikut orbit yang tersusun. Kumpulan planet yang bergerak mengelilingi matahari, diberi nama pula Sistem Suria (Solar System). Begitu pula dengan galaksi lain yang memiliki pusatnya sendiri. Putaran planet terhadap pusat galaksi secara tersusun ini kemudian diistilahkan sebagai 'orbit'.Pakar-pakar astronomi menyatakan kini sudah banyak planet yang berputar secara berbalik arah, jika di planet bumi kita ini matahari masih terbit dari arah timur, maka beberapa tahun ini terdapat fenomena baru yang di dalam pemantauan ahli astronomi ini planet lain sudah mulai berbalik arah dan matahari terbit dari arah barat. Dari sisi ilmiah, inilah pertanda akhir zaman mendekati kiamat, sebagaimana petunjuk dari Nabi junjungan kita, Muhammad SAW. Dalam kekalutan memantau berterusan pergerakan planet-planet yang telah berlawan arah ini, mereka menemui satu planet baru yang di beri nama Planet Nibiru (ada yang panggil Planet X ).
Nibiru ini ditarik oleh daya graviti matahari yang besar dalam sistem suria kita, sehingga kemudian ia masuk ke dalam orbit planet-planet dalam keadaan berlawanan arah, dan suatu masa nanti Nibiru akan bertembung dengan bumi. Para sainstis meramalkan 50 tahun lagi Nibiru ini akan memasuki orbit sistem suria kita, sejak ia ditemui pada tahun 2003. Dengan kata lain, kehancuran bumi bakal terjadi pada tahun 2053? Ada laman web yang menyatakan pertembungan ini berlaku pada 2012. Dari segi sains, pembolehubah-pembolehubah yang terlibat adalah dinamik dan boleh berubah ubah. Atau adakah ini adalah kiamat yang disebut dalam Al-Quran? ALLAH Maha Berkuasa atas segala-galanya.
Lintasan Planet Nibiru ke dalam sistem suria dikatakan bakal memberikan impak yang dahsyat di bumi. Gempa-gempa bumi terkuat dalam sejarah manusia moden akan terjadi ketika ini. Setelah bumi bergerak sejajar dengan medan magnet Nibiru, gempa bumi berskala lebih 9 skala Richter akan berlaku dan akan dirasai banyak tempat di dunia. Ketulan ais di kutub akan terbelah dan mencair, meningkatkan aras air laut sehingga menenggelamkan banyak tempat di dunia. Gelombang tsunami raksasa juga dijangkakan akan berlaku pada masa tersebut.
Gangguan elektromagnetik yang berlaku di planet-planet lain dalam sistem suria ketika ini juga dipercayai disebabkan oleh graviti Nibiru. Perubahan cuaca yang agak ekstrem ini juga dipercayai berpunca daripada ketidakstabilan gelombang elektromagnetik bumi akibat pengaruh Nibiru. Namun, kita sebagai rakyat Malaysia yang masih mentah dalam astronomi tidak mengetahui dan tidak didedahkan dengan pengetahuan tersebut. Walaupun, kita sudah ada angkasawan, namun, kita masih terlalu muda untuk melibatkan diri dalam sains angkasa lepas. Kita hanya disuapkan dengan fenomena pemanasan global dan perubahan cuaca dunia yang disebabkan oleh aktiviti manusia sendiri. Walhal, pengaruh luar bumi juga turut menyumbang kepada fenomena ini.
Kestabilan medan magnet bumi yang dipengaruhi oleh matahari akan terganggu oleh lintasan Nibiru. Pergerakannya memasuki sistem suria menyebabkan suhu teras bumi meningkat secara mendadak akibat adanya pertambahan gerakan berputar di dalamnya. Ketika teras bumi cuba mencapai keseimbangan bagi perubahan mendadak dalam sistem suria, keadaan ini akan menghasilkan kesan sampingan yang teruk antaranya perubahan cuaca yang tidak stabil dan meningkatnya aktiviti gunung berapi seperti yang berlaku sekarang.
Peningkatan suhu teras bumi mengakibatkan peningkatan berkala pada aktiviti seismik dan gunung berapi. Gempa bumi pun sering terjadi. Daerah pegunungan diancam bahaya lahar. Kepanasan dari teras bumi bumi diserap oleh mantel dan akhirnya kerak bumi mengakibatkan peningkatan suhu dasar laut. Air laut yang semakin panas akan merubah pola arusnya, taburan hujan berubah dan pola-pola meteorologi terganggu.Adakah keadaan ini membawa kepada kejadian kiamat? Allah SWT telah berfirman banyak kali dalam Al Quran yang menjelaskan betapa dahsyatnya kiamat. Seperti di dala Surah Al-Waqiah ayat 1 hingga 6 yang bermaksud:Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang berterbangan
Jika benar pertembungan ini yang memulakan kiamat, maka itu ALLAH SWT jualah yang menghendakinya.Dan jika makluman ahli sains angkasa itu salah, maka hendaklah kita jadikan renungan dan iktibar. Marilah kita muhasabah diri kita. Kita diminta oleh Rasullullah SAW untuk membaca, memelihara dan menyebarkan Al Quran. Perkara kiamat adalah ketentuan Allah yang mutlak dan pasti akan berlaku. Yang penting bagi kita adalah bersedia untuk menghadap ALLAH. Adakah kita telah bersedia?
Lintasan Planet Nibiru ke dalam sistem suria dikatakan bakal memberikan impak yang dahsyat di bumi. Gempa-gempa bumi terkuat dalam sejarah manusia moden akan terjadi ketika ini. Setelah bumi bergerak sejajar dengan medan magnet Nibiru, gempa bumi berskala lebih 9 skala Richter akan berlaku dan akan dirasai banyak tempat di dunia. Ketulan ais di kutub akan terbelah dan mencair, meningkatkan aras air laut sehingga menenggelamkan banyak tempat di dunia. Gelombang tsunami raksasa juga dijangkakan akan berlaku pada masa tersebut.
Gangguan elektromagnetik yang berlaku di planet-planet lain dalam sistem suria ketika ini juga dipercayai disebabkan oleh graviti Nibiru. Perubahan cuaca yang agak ekstrem ini juga dipercayai berpunca daripada ketidakstabilan gelombang elektromagnetik bumi akibat pengaruh Nibiru. Namun, kita sebagai rakyat Malaysia yang masih mentah dalam astronomi tidak mengetahui dan tidak didedahkan dengan pengetahuan tersebut. Walaupun, kita sudah ada angkasawan, namun, kita masih terlalu muda untuk melibatkan diri dalam sains angkasa lepas. Kita hanya disuapkan dengan fenomena pemanasan global dan perubahan cuaca dunia yang disebabkan oleh aktiviti manusia sendiri. Walhal, pengaruh luar bumi juga turut menyumbang kepada fenomena ini.
Kestabilan medan magnet bumi yang dipengaruhi oleh matahari akan terganggu oleh lintasan Nibiru. Pergerakannya memasuki sistem suria menyebabkan suhu teras bumi meningkat secara mendadak akibat adanya pertambahan gerakan berputar di dalamnya. Ketika teras bumi cuba mencapai keseimbangan bagi perubahan mendadak dalam sistem suria, keadaan ini akan menghasilkan kesan sampingan yang teruk antaranya perubahan cuaca yang tidak stabil dan meningkatnya aktiviti gunung berapi seperti yang berlaku sekarang.
Peningkatan suhu teras bumi mengakibatkan peningkatan berkala pada aktiviti seismik dan gunung berapi. Gempa bumi pun sering terjadi. Daerah pegunungan diancam bahaya lahar. Kepanasan dari teras bumi bumi diserap oleh mantel dan akhirnya kerak bumi mengakibatkan peningkatan suhu dasar laut. Air laut yang semakin panas akan merubah pola arusnya, taburan hujan berubah dan pola-pola meteorologi terganggu.Adakah keadaan ini membawa kepada kejadian kiamat? Allah SWT telah berfirman banyak kali dalam Al Quran yang menjelaskan betapa dahsyatnya kiamat. Seperti di dala Surah Al-Waqiah ayat 1 hingga 6 yang bermaksud:Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang berterbangan
Jika benar pertembungan ini yang memulakan kiamat, maka itu ALLAH SWT jualah yang menghendakinya.Dan jika makluman ahli sains angkasa itu salah, maka hendaklah kita jadikan renungan dan iktibar. Marilah kita muhasabah diri kita. Kita diminta oleh Rasullullah SAW untuk membaca, memelihara dan menyebarkan Al Quran. Perkara kiamat adalah ketentuan Allah yang mutlak dan pasti akan berlaku. Yang penting bagi kita adalah bersedia untuk menghadap ALLAH. Adakah kita telah bersedia?
Kamis, 15 Januari 2009
Az Habul Kahfi
Dalam surat al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khidzir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.
Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.
Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-'Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).
Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya.....
Penulis kitab Fadha'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: "Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar."
Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: "Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?"
"Aku mempunyai semua yang kalian inginkan," sahut penggembala itu. "Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!"
"Ah…, susahnya orang ini," jawab mereka. "Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?"
"Ya," jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: "Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian."
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya."
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?"
"Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, "kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: "Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t."
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua."
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: "Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!"
Imam Ali menjelaskan: "Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!"
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata: "Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!"
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: "Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu."
Dalam guha tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: "Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!"
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: "Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi."
Tamlikha kemudian berkata: "Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!"
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: "Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah."
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: "Kusangka aku ini masih tidur!" Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: "Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?"
"Aphesus," sahut penjual roti itu.
"Siapakah nama raja kalian?" tanya Tamlikha lagi. "Abdurrahman," jawab penjual roti.
"Kalau yang kau katakan itu benar," kata Tamlikha, "urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!"
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!"
Imam Ali menerangkan: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!"
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: "Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!"
"Aku tidak menemukan harta karun," sangkal Tamlikha. "Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!"
Penjual roti itu marah. Lalu berkata: "Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?"
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: "Bagaimana cerita tentang orang ini?"
"Dia menemukan harta karun," jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, raja berkata: "Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat."
Tamlikha menjawab: "Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!"
Raja bertanya sambil keheran-heranan: "Engkau penduduk kota ini?"
"Ya. Benar," sahut Tamlikha.
"Adakah orang yang kau kenal?" tanya raja lagi.
"Ya, ada," jawab Tamlikha.
"Coba sebutkan siapa namanya," perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: "Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?"
"Ya, tuanku," jawab Tamlikha. "Utuslah seorang menyertai aku!"
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: "Inilah rumahku!"
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: "Kalian ada perlu apa?"
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: "Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!"
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: "Siapa namamu?"
"Aku Tamlikha anak Filistin!"
Orang tua itu lalu berkata: "Coba ulangi lagi!"
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: "Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka." Kemudian diteruskannya dengan suara haru: "Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!"
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: "Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?"
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
"Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua," demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: "Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!"
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: "Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!"
Tamlikha menukas: "Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?"
"Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja," jawab mereka.
"Tidak!" sangkal Tamlikha. "Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!"
Teman-teman Tamlikha menyahut: "Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?"
"Lantas apa yang kalian inginkan?" Tamlikha balik bertanya.
"Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga," jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: "Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!"
Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu."
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu."
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: "Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?"
Pendeta Yahudi itu menjawab: "Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!"
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha 'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.
Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.
Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-'Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).
Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya.....
Penulis kitab Fadha'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:
Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:
Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi."
"Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.
"Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!''
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!"
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!"
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: "Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!"
"Ya baik!" jawab mereka.
"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?"
"Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!"
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut: "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!"
"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali bin Abi Thalib. "Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!"
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: "Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!"
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda."
"Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan," sahut Imam Ali.
"Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab: "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu."
Pendeta Yahudi itu menyahut: "Aku sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!"
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: "Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana."
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!"
Ali bin Abi Thalib menerangkan: "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala."
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?"
"Hai saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri."
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!"
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai "tuhan" dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan --seorang cerdas yang bernama Tamlikha-- memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan."
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: "Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?"
"Teman-teman," sahut Tamlikha, "hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur."
Teman-temannya mengejar: "Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?"
"Sudah lama aku memikirkan soal langit," ujar Tamlikha menjelaskan. "Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: 'siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?' Kemudian kupikirkan juga bumi ini: 'Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?' Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: 'Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius'…"
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: "Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!"
"Saudara-saudara," jawab Tamlikha, "baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!"
"Kami setuju dengan pendapatmu," sahut teman-temannya.
Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi."
"Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.
"Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!''
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!"
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!"
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: "Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!"
"Ya baik!" jawab mereka.
"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?"
"Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!"
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut: "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!"
"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali bin Abi Thalib. "Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!"
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: "Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!"
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda."
"Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan," sahut Imam Ali.
"Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab: "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu."
Pendeta Yahudi itu menyahut: "Aku sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!"
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: "Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana."
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!"
Ali bin Abi Thalib menerangkan: "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi. Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala."
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?"
"Hai saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri."
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!"
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai "tuhan" dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala. Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan --seorang cerdas yang bernama Tamlikha-- memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan."
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: "Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?"
"Teman-teman," sahut Tamlikha, "hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur."
Teman-temannya mengejar: "Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?"
"Sudah lama aku memikirkan soal langit," ujar Tamlikha menjelaskan. "Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: 'siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah? Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu? Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?' Kemudian kupikirkan juga bumi ini: 'Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala? Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?' Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: 'Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius'…"
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: "Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!"
"Saudara-saudara," jawab Tamlikha, "baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!"
"Kami setuju dengan pendapatmu," sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: "Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar."
Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: "Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?"
"Aku mempunyai semua yang kalian inginkan," sahut penggembala itu. "Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!"
"Ah…, susahnya orang ini," jawab mereka. "Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?"
"Ya," jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: "Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian."
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya."
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?"
"Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, "kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir. Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: "Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t."
Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi. Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua."
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: "Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!"
Imam Ali menjelaskan: "Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!"
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua. Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata: "Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!"
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: "Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu."
Dalam guha tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: "Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!"
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: "Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi."
Tamlikha kemudian berkata: "Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!"
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: "Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah."
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: "Kusangka aku ini masih tidur!" Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: "Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?"
"Aphesus," sahut penjual roti itu.
"Siapakah nama raja kalian?" tanya Tamlikha lagi. "Abdurrahman," jawab penjual roti.
"Kalau yang kau katakan itu benar," kata Tamlikha, "urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!"
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!"
Imam Ali menerangkan: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!"
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: "Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!"
"Aku tidak menemukan harta karun," sangkal Tamlikha. "Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!"
Penjual roti itu marah. Lalu berkata: "Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?"
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: "Bagaimana cerita tentang orang ini?"
"Dia menemukan harta karun," jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, raja berkata: "Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat."
Tamlikha menjawab: "Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!"
Raja bertanya sambil keheran-heranan: "Engkau penduduk kota ini?"
"Ya. Benar," sahut Tamlikha.
"Adakah orang yang kau kenal?" tanya raja lagi.
"Ya, ada," jawab Tamlikha.
"Coba sebutkan siapa namanya," perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: "Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?"
"Ya, tuanku," jawab Tamlikha. "Utuslah seorang menyertai aku!"
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: "Inilah rumahku!"
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: "Kalian ada perlu apa?"
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: "Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!"
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: "Siapa namamu?"
"Aku Tamlikha anak Filistin!"
Orang tua itu lalu berkata: "Coba ulangi lagi!"
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: "Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka." Kemudian diteruskannya dengan suara haru: "Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!"
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: "Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?"
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
"Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua," demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: "Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!"
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: "Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!"
Tamlikha menukas: "Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?"
"Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja," jawab mereka.
"Tidak!" sangkal Tamlikha. "Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!"
Teman-teman Tamlikha menyahut: "Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?"
"Lantas apa yang kalian inginkan?" Tamlikha balik bertanya.
"Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga," jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: "Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!"
Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua. Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu."
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu."
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: "Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?"
Pendeta Yahudi itu menjawab: "Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!"
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha 'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.
NOTE : ©2006 Persatuan Kebajikan Asyraaf Malaysia http://www.asyraaf.netcontent by Shaiful Jamalullail designed by Karimy BenYahya coded by Mohd. BilFaqihSebarang pertanyaan sila email: syedkarimy@gmail.com
Selasa, 13 Januari 2009
Pembagian Manusia di Akhirat
Di dalam Al Quran, Allah SWT berfirman:
“Setiap yang ada di bumi ini akan binasa dan yang tetap kekal hanyalah Zat Tuhanmu yang Maha Mulia dan Maha Besar.” (QS Ar Rahman 26-27)
“Setiap yang bernyawa akan mengalami mati.” (QS Al Anbiya 35)
“Sesungguhnya kematian yang kamu ingin lari darinya itu sungguh-sungguh akan menemui kamu.” (QS Al Jumu’ah 8 )
Demikianlah ketiga ayat di atas memberi pengertian kepada kita bahwa dunia ini akan berakhir atau mengalami kiamat. Sebelum dunia ini mengalami kiamat besar yang menjadi akhir dari segalanya, secara berangsur-angsur dunia ini juga mengalami kiamat-kiamat kecil. Misalnya pohon yang tumbang terkena badai, bangunan yang runtuh karena gempa bumi atau makhluk-makhluk Allah yang musnah karena bencana alam.
Begitu juga dengan manusia. Dapat kita saksikan, setiap hari ada manusia yang mati. Ada yang mati karena sakit, ada yang tertabrak kendaraan, bunuh diri, atau terbunuh di medan perang. Dengan berbagai cara manusia menemui kematiannya. Sudah menjadi satu ketentuan Allah bahwa Allah menjadikan sesuatu hal itu dengan sebab-sebab tertentu. Termasuk kematian manusia terjadi dengan bermacam-macam sebab. Kematian manusia yang terjadi dengan bermacam-macam sebab itu termasuk kiamat kecil sebelum terjadinya kiamat besar.
Allah SWT melantik manusia sebagai khalifah atau duta-Nya di dunia ini. Sementara, Allah mentakdirkan dunia ini adalah sebagai negeri yang sementara, negeri tidak kekal bagi manusia. Dan kehidupan manusia di dunia ini mengikuti batas waktu yang telah ditetapkan oleh Allah.
Allah juga mentakdirkan bahwa selain dunia yang hanya sementara ini, ada kehidupan akhirat yang kekal abadi. Manusia bukanlah warganegara tetap di dunia ini, melainkan hanya sebagai duta atau utusan Allah SWT di dunia sebelum akhirnya menjalani kehidupan di negeri akhirat yang kekal abadi. Lebih tepat rasanya jika dikatakan bahwa manusia ini sesungguhnya adalah warganegara akhirat, sebab manusia pada akhirnya nanti akan menuju ke akhirat.
“Setiap yang ada di bumi ini akan binasa dan yang tetap kekal hanyalah Zat Tuhanmu yang Maha Mulia dan Maha Besar.” (QS Ar Rahman 26-27)
“Setiap yang bernyawa akan mengalami mati.” (QS Al Anbiya 35)
“Sesungguhnya kematian yang kamu ingin lari darinya itu sungguh-sungguh akan menemui kamu.” (QS Al Jumu’ah 8 )
Demikianlah ketiga ayat di atas memberi pengertian kepada kita bahwa dunia ini akan berakhir atau mengalami kiamat. Sebelum dunia ini mengalami kiamat besar yang menjadi akhir dari segalanya, secara berangsur-angsur dunia ini juga mengalami kiamat-kiamat kecil. Misalnya pohon yang tumbang terkena badai, bangunan yang runtuh karena gempa bumi atau makhluk-makhluk Allah yang musnah karena bencana alam.
Begitu juga dengan manusia. Dapat kita saksikan, setiap hari ada manusia yang mati. Ada yang mati karena sakit, ada yang tertabrak kendaraan, bunuh diri, atau terbunuh di medan perang. Dengan berbagai cara manusia menemui kematiannya. Sudah menjadi satu ketentuan Allah bahwa Allah menjadikan sesuatu hal itu dengan sebab-sebab tertentu. Termasuk kematian manusia terjadi dengan bermacam-macam sebab. Kematian manusia yang terjadi dengan bermacam-macam sebab itu termasuk kiamat kecil sebelum terjadinya kiamat besar.
Allah SWT melantik manusia sebagai khalifah atau duta-Nya di dunia ini. Sementara, Allah mentakdirkan dunia ini adalah sebagai negeri yang sementara, negeri tidak kekal bagi manusia. Dan kehidupan manusia di dunia ini mengikuti batas waktu yang telah ditetapkan oleh Allah.
Allah juga mentakdirkan bahwa selain dunia yang hanya sementara ini, ada kehidupan akhirat yang kekal abadi. Manusia bukanlah warganegara tetap di dunia ini, melainkan hanya sebagai duta atau utusan Allah SWT di dunia sebelum akhirnya menjalani kehidupan di negeri akhirat yang kekal abadi. Lebih tepat rasanya jika dikatakan bahwa manusia ini sesungguhnya adalah warganegara akhirat, sebab manusia pada akhirnya nanti akan menuju ke akhirat.
Semua manusia, siapapun juga orangnya, akan menjalani kehidupan akhirat. Suka atau tidak suka kita akan pasti sampai juga ke akhirat. Orang yang senantiasa mengingat akhirat akan pergi ke akhirat, orang yang tidak pernah mengingat akhirat pun juga akan pergi ke akhirat. Oleh karena itu, sewaktu kita saat ini masih mendapatkan amanah sebagai duta atau wakil Allah di dunia, hendaklah kita mengatur diri kita agar selaras dengan peraturan dari Allah SWT. Begitu juga dengan rumah tangga dan masyarakat kita, di dalam bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan, politik, kenegaraan dan seluruh aspek kehidupan yang ada. Lebih tepatnya, hendaklah semua aspek kehidupan kita di dunia ini berdasarkan kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Hal-hal yang wajib atau sunat hendaklah dilaksanakan sungguh-sungguh. Begitu juga dengan hal-hal yang haram dan makruh hendaklah kita sungguh-sungguh menjauhinya. Dan hal-hal yang mubah (diperbolehkan) hendaklah dijadikan sebagai ibadah kita kepada Allah SWT dengan memenuhi syarat-syaratnya.
Apabila kita telah berhasil mengatur diri kita, rumah tangga kita, masyarakat kita dan seterusnya mengatur semua aspek kehidupan kita sesuai dengan peraturan yang datang dari Allah SWT, maka itulah yang dikatakan sebagai amal bakti atau amal sholeh. Inilah yang akan kita bawa dan persembahkan di hadapan Allah SWT di akhirat nanti. Inilah yang dikatakan pengabdian diri atau ibadah kita kepada Allah SWT. Konsep ibadah di dalam ajaran Islam adalah sangat luas. Namun tetap, ibadah yang luas itu berpijak pada Rukun Iman dan Rukun Islam.
Apabila setiap usaha atau ikhtiar kita, baik kecil maupun besar dan juga setiap perjuangan kita selaras dengan Al Quran dan Sunnah Nabi, maka itulah yang dikatakan sebagai bekal taqwa. Itulah bekal kita yang paling baik dan teguh untuk menjalani kehidupan di akhirat nanti. Ini bertepatan sekali dengan firman Allah SWT yang artinya :
“Berbekallah, dan sebaik-baik bekal (akhirat) ialah taqwa.” (QS Al Baqarah 197)
Bekal taqwalah yang akan menyelamatkan kita dari terjerumus ke neraka dan menjadi jalan untuk kita masuk ke dalam syurga Allah. Sebab itu hendaklah kita senantiasa menyiapkan bekal sewaktu kita menjadi duta dan wakil Allah SWT di dunia ini. Apa saja yang kita lakukan di dunia ini, marilah kita mengusahakannya menjadi amal ibadah untuk bekal taqwa kita.
Ketika dunia akan dikiamatkan oleh Allah SWT, maka di saat itu sudah tidak ada lagi orang yang beriman. Bahkan tidak ada seorang pun yang menyebut nama Allah. Manusia-manusia yang hidup di zaman itulah yang akan mengalami kiamat besar atau kiamat kubra. Mereka akan terkejut menghadapi peristiwa kiamat yang begitu hebat. Itulah yang disebut sebagai ditiupnya sangkakala yang pertama. Bumi dan seluruh alam semesta ini akan rusak dan musnah.
Apabila kita telah berhasil mengatur diri kita, rumah tangga kita, masyarakat kita dan seterusnya mengatur semua aspek kehidupan kita sesuai dengan peraturan yang datang dari Allah SWT, maka itulah yang dikatakan sebagai amal bakti atau amal sholeh. Inilah yang akan kita bawa dan persembahkan di hadapan Allah SWT di akhirat nanti. Inilah yang dikatakan pengabdian diri atau ibadah kita kepada Allah SWT. Konsep ibadah di dalam ajaran Islam adalah sangat luas. Namun tetap, ibadah yang luas itu berpijak pada Rukun Iman dan Rukun Islam.
Apabila setiap usaha atau ikhtiar kita, baik kecil maupun besar dan juga setiap perjuangan kita selaras dengan Al Quran dan Sunnah Nabi, maka itulah yang dikatakan sebagai bekal taqwa. Itulah bekal kita yang paling baik dan teguh untuk menjalani kehidupan di akhirat nanti. Ini bertepatan sekali dengan firman Allah SWT yang artinya :
“Berbekallah, dan sebaik-baik bekal (akhirat) ialah taqwa.” (QS Al Baqarah 197)
Bekal taqwalah yang akan menyelamatkan kita dari terjerumus ke neraka dan menjadi jalan untuk kita masuk ke dalam syurga Allah. Sebab itu hendaklah kita senantiasa menyiapkan bekal sewaktu kita menjadi duta dan wakil Allah SWT di dunia ini. Apa saja yang kita lakukan di dunia ini, marilah kita mengusahakannya menjadi amal ibadah untuk bekal taqwa kita.
Ketika dunia akan dikiamatkan oleh Allah SWT, maka di saat itu sudah tidak ada lagi orang yang beriman. Bahkan tidak ada seorang pun yang menyebut nama Allah. Manusia-manusia yang hidup di zaman itulah yang akan mengalami kiamat besar atau kiamat kubra. Mereka akan terkejut menghadapi peristiwa kiamat yang begitu hebat. Itulah yang disebut sebagai ditiupnya sangkakala yang pertama. Bumi dan seluruh alam semesta ini akan rusak dan musnah.
Kemudian setelah seluruh alam ini hancur binasa, maka sangkakala akan ditiup untuk kedua kalinya. Dengan ditiupnya sangkakala ini, Allah akan menghidupkan kembali seluruh makhluk. Manusia akan bangkit dari kuburnya dalam keadaan tidak berpakaian. Manusia akan dihidupkan kembali dalam keadaan yang sesuai dengan tabiat atau perilaku masing-masing sewaktu hidup di dunia. Artinya, bentuk dan rupa mereka mengikuti seperti apa bentuk kehidupan yang mereka jalani sewaktu di dunia. Seandainya sewaktu hidupnya di dunia seseorang itu di suka menipu, berdusta, berbelit seperti ular, maka ia akan diberi tubuh seperti ular. Jika tabiatnya sewaktu hidup seperti serigala, maka ia akan dibangkitkan dalam bentuk seperti serigala. Jika hidupnya sewaktu di dunia seperti babi, maka ia akan dibangkitkan dalam bentuk seperti babi juga. Begitu juga sekiranya hidup di dunia berperangai seperti anjing, maka ia akan dibangkitkan dalam bentuk anjing.
Setelah itu, seluruh makhluk akan berkumpul di suatu tempat yang dinamakan Padang Mahsyar. Yaitu tempat berhimpunnya seluruh makhluk Allah SWT terutamanya manusia, dimulai dari Nabi Adam a.s hingga manusia terkahir yang belum kita ketahui siapa orangnya. Peristiwa Padang Mahsyar ini merupakan suatu pertemuan raksasa yang belum pernah wujud sebelumnya. Terlalu banyaknya makhluk yang berkumpul menyebabkan keadaan saat itu sangat berdesakan-desakan. Bahkan untuk duduk pun tidak bisa. Manusia di saat itu bagaikan tumpukan korek api yang berada di dalam kotaknya, sangat padat dan rapat. Sementara matahari berada hanya sejengkal di atas kepala manusia. Sudah tentu suasana ini menimbulkan kesusahan dan kesengsaraan yang luar biasa kepada manusia dan seluruh makhluk Allah SWT.
Walaupun seluruh manusia di waktu itu dalam keadaan tanpa berpakaian, namun masing-masing sudah tidak mempedulikan orang lain lagi karena suasana yang penuh huru-hara dan berbagai kesulitan yang menimpa manusia. Di waktu itu manusia hanya memikirkan diri mereka sendiri karena terlalu khawatir dan takut menghadapi hari akhirat…
Setelah itu, seluruh makhluk akan berkumpul di suatu tempat yang dinamakan Padang Mahsyar. Yaitu tempat berhimpunnya seluruh makhluk Allah SWT terutamanya manusia, dimulai dari Nabi Adam a.s hingga manusia terkahir yang belum kita ketahui siapa orangnya. Peristiwa Padang Mahsyar ini merupakan suatu pertemuan raksasa yang belum pernah wujud sebelumnya. Terlalu banyaknya makhluk yang berkumpul menyebabkan keadaan saat itu sangat berdesakan-desakan. Bahkan untuk duduk pun tidak bisa. Manusia di saat itu bagaikan tumpukan korek api yang berada di dalam kotaknya, sangat padat dan rapat. Sementara matahari berada hanya sejengkal di atas kepala manusia. Sudah tentu suasana ini menimbulkan kesusahan dan kesengsaraan yang luar biasa kepada manusia dan seluruh makhluk Allah SWT.
Walaupun seluruh manusia di waktu itu dalam keadaan tanpa berpakaian, namun masing-masing sudah tidak mempedulikan orang lain lagi karena suasana yang penuh huru-hara dan berbagai kesulitan yang menimpa manusia. Di waktu itu manusia hanya memikirkan diri mereka sendiri karena terlalu khawatir dan takut menghadapi hari akhirat…
Setelah alam ini mengalami kiamat besar maka manusia akan dibangkitkan dan dikumpulkan di Padang Mahsyar. Kemudian seluruh manusia yang begitu banyaknya itu dibariskan oleh Allah dalam 120 barisan untuk menjalani perhitungan dan pembalasan akhirat. Siapa yang beriman layak mendapatkan syurga dan siapa yang kafir dibalas dengan neraka.Mungkin muncul pertanyaan di dalam pikiran kita, di antara 120 barisan itu berapa banyakkah manusia yang mati dalam keadaan beriman? Sebab di dalam Al Quran, Allah SWT menjelaskan:
“Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba’ 13)
Sebenarnya, hanya tiga barisan saja di antara sekian banyaknya manusia yang mati dalam keadaan beriman. Sementara 117 barisan yang lain itu adalah terdiri dari orang-orang kafir dan mereka kekal di dalam neraka. Jelaslah bahwa hanya tiga barisan saja yang membawa iman, sementara yang lainnya itu matinya dalam keadaan kafir dan menyekutukan Allah SWT.
Kemudian di antara tiga barisan yang beriman ini, karena iman manusia tidak sama satu sama lain, maka Allah akan membagi mereka menjadi empat. Jadi di akhirat nanti orang-orang yang beriman terbagi dalam empat golongan, yaitu:
1. Golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ (golongan yang tidak dikenakan hisab atau perhitungan amal)2. Golongan ‘Ashabul Yamin’ (golongan yang menerima hasil perhitungan amal di tangan kanan)3. Golongan ‘Ashabus Syimal’ (golongan yang menerima hasil perhitungan amal di tangan kiri)4. Golongan ‘Ashabul A’raf’ (golongan yang berada di antara syurga dan neraka)
Golongan ‘Bi Ghairi Hisab‘ adalah terdiri dari para Nabi dan Rasul serta Auliya Allah (para wali atau kekasih Allah). Auliya Allah adalah mereka yang memang bersungguh-sungguh menjaga setiap perintah dan larangan dari Allah. Mereka sangat menjaga hal yang wajib serta sunat dan bersungguh-sungguh meninggalkan hal yang haram. Bahkan hal yang makruh pun mereka tinggalkan. Mereka juga orang-orang yang paling sabar dan senantiasa redha terhadap apa saja terjadi kepada mereka. Hati mereka senantiasa berprasangka baik kepada Allah atas apa saja kesulitan yang menimpa mereka.
Selain dari itu, mereka yang termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ ini adalah para syuhada atau orang-orang yang mati syahid. Mereka adalah orang-orang Muqarrabin yang artinya orang yang terlalu dekat (akrab) dengan Allah SWT karena pengorbanan mereka dalam menegakkan agama Allah. Bahkan mereka sanggup mengorbankan nyawa semata-mata untuk mempertahankan agama Allah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka mendapat kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah SWT.
Orang yang sangat sabar juga termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi hisab’. Sabar terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Sabar melaksanakan perintah dari Allah2. Sabar menjauhi larangan dari Allah3. Sabar menghadapi segala ujian dari Allah
Sabar dalam melaksanakan perintah Allah bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Termasuk sabar dalam melaksanakan perintah Allah adalah sabar mengerjakan shalat, berpuasa, berjuang, dan sebagainya. Semua itu tentu bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Sekiranya kita berhasil sabar dalam melaksanakan perintah dari Allah SWT, maka yang lebih sulit lagi adalah sabar dalam menjauhi larangan dari Allah. Misalnya bersabar dalam menjauhi larangan Allah terhadap maksiat pandangan mata.
Setelah kita bersabar terhadap segala larangan Allah, maka yang lebih sulit lagi bagi kita adalah untuk sabar menerima ujian dari Allah. Kita dituntut untuk bersabar terhadap ujian-ujian dari Allah SWT kepada manusia seperti sakit, kemiskinan, fitnah, kematian anak, isteri, ayah, ibu dan seterusnya. Semua itu adalah ujian yang Allah datangkan kepada manusia untuk menguji manusia, siapakah di antara mereka yang paling baik amalannya di sisi Allah.
Kita selayaknya bersabar dan redha terhadap ujian-ujian tersebut karena ujian yang Allah datangkan kepada kita hakekatnya adalah untuk didikan langsung dari Allah kepada hamba-Nya. Kebanyakan manusia mendapat didikan dari Allah melalui manusia yang lain secara lahiriah. Namun melalui ujian-ujian yang menimpa manusia, sebenarnya manusia sedang mendapat didikan secara langsung dari Allah SWT.
“Sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS Saba’ 13)
Sebenarnya, hanya tiga barisan saja di antara sekian banyaknya manusia yang mati dalam keadaan beriman. Sementara 117 barisan yang lain itu adalah terdiri dari orang-orang kafir dan mereka kekal di dalam neraka. Jelaslah bahwa hanya tiga barisan saja yang membawa iman, sementara yang lainnya itu matinya dalam keadaan kafir dan menyekutukan Allah SWT.
Kemudian di antara tiga barisan yang beriman ini, karena iman manusia tidak sama satu sama lain, maka Allah akan membagi mereka menjadi empat. Jadi di akhirat nanti orang-orang yang beriman terbagi dalam empat golongan, yaitu:
1. Golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ (golongan yang tidak dikenakan hisab atau perhitungan amal)2. Golongan ‘Ashabul Yamin’ (golongan yang menerima hasil perhitungan amal di tangan kanan)3. Golongan ‘Ashabus Syimal’ (golongan yang menerima hasil perhitungan amal di tangan kiri)4. Golongan ‘Ashabul A’raf’ (golongan yang berada di antara syurga dan neraka)
Golongan ‘Bi Ghairi Hisab‘ adalah terdiri dari para Nabi dan Rasul serta Auliya Allah (para wali atau kekasih Allah). Auliya Allah adalah mereka yang memang bersungguh-sungguh menjaga setiap perintah dan larangan dari Allah. Mereka sangat menjaga hal yang wajib serta sunat dan bersungguh-sungguh meninggalkan hal yang haram. Bahkan hal yang makruh pun mereka tinggalkan. Mereka juga orang-orang yang paling sabar dan senantiasa redha terhadap apa saja terjadi kepada mereka. Hati mereka senantiasa berprasangka baik kepada Allah atas apa saja kesulitan yang menimpa mereka.
Selain dari itu, mereka yang termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ ini adalah para syuhada atau orang-orang yang mati syahid. Mereka adalah orang-orang Muqarrabin yang artinya orang yang terlalu dekat (akrab) dengan Allah SWT karena pengorbanan mereka dalam menegakkan agama Allah. Bahkan mereka sanggup mengorbankan nyawa semata-mata untuk mempertahankan agama Allah. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka mendapat kedudukan yang begitu tinggi di sisi Allah SWT.
Orang yang sangat sabar juga termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi hisab’. Sabar terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Sabar melaksanakan perintah dari Allah2. Sabar menjauhi larangan dari Allah3. Sabar menghadapi segala ujian dari Allah
Sabar dalam melaksanakan perintah Allah bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Termasuk sabar dalam melaksanakan perintah Allah adalah sabar mengerjakan shalat, berpuasa, berjuang, dan sebagainya. Semua itu tentu bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Sekiranya kita berhasil sabar dalam melaksanakan perintah dari Allah SWT, maka yang lebih sulit lagi adalah sabar dalam menjauhi larangan dari Allah. Misalnya bersabar dalam menjauhi larangan Allah terhadap maksiat pandangan mata.
Setelah kita bersabar terhadap segala larangan Allah, maka yang lebih sulit lagi bagi kita adalah untuk sabar menerima ujian dari Allah. Kita dituntut untuk bersabar terhadap ujian-ujian dari Allah SWT kepada manusia seperti sakit, kemiskinan, fitnah, kematian anak, isteri, ayah, ibu dan seterusnya. Semua itu adalah ujian yang Allah datangkan kepada manusia untuk menguji manusia, siapakah di antara mereka yang paling baik amalannya di sisi Allah.
Kita selayaknya bersabar dan redha terhadap ujian-ujian tersebut karena ujian yang Allah datangkan kepada kita hakekatnya adalah untuk didikan langsung dari Allah kepada hamba-Nya. Kebanyakan manusia mendapat didikan dari Allah melalui manusia yang lain secara lahiriah. Namun melalui ujian-ujian yang menimpa manusia, sebenarnya manusia sedang mendapat didikan secara langsung dari Allah SWT.
Oleh karena itu, kita sebagai hamba-Nya sepatutnya bersabar dan redha. Sebagaimana yang kita tahu bahwa ujian-ujian yang datang dari Allah, sekiranya kita bersabar, hal itu sebenarnya adalah kasih sayang Allah kepada hambanya. Hal itu merupakan penghapusan dosa dari Allah dan juga merupakan peningkatan derajat dan pangkat yang akan dianugerahkan bagi manusia yang mau menerima didikan secara langsung dari Allah SWT.
Seringkali manusia hanya mengharapkan didikan melalui manusia yang lain seperti dari guru, ustadz, alim ulama dan sebagainya. Kebanyakan manusia memang tidak menginginkan sama sekali untuk mendapatkan didikan langsung dari Allah ini karena tidak dapat bersabar dan redha menghadapinya. Namun harus diingat, seandainya manusia tidak berhasil dalam menerima didikan secara langsung dari Allah, maka janganlah terlalu diharapkan manusia itu berhasil dalam menerima didikan dari manusia yang lain.
Kita mengetahui betapa beratnya ujian yang menimpa para nabi dan rasul. Sebenarnya itulah didikan secara langsung dari Allah kepada mereka. Tidak mengherankan jika iman para nabi dan rasul sedemikian kuatnya sebab mereka menerima didikan atau pimpinan secara langsung dari Allah SWT.
Tentu ini jauh berbeda kebanyakan manusia yang justru tidak senang apabila menerima ujian dari Allah padahal itu merupakan didikan secara langsung dari Allah SWT. Seandainya kita berhasil menghadapi itu semua, maka kita akan termasuk dalam golongan ‘Bi ghairi hisab’ di akhirat kelak.
Kemudian termasuk juga dalam golongan ini juga adalah orang fakir yang sangggup bersabar dengan kefakirannya. Walaupun mereka tidak mempunyai apa-apa pun harta benda di dunia. Apa yang ada pada mereka hanyalah pakaian dipakai. Oleh karena, itu mereka tidak di-hisab di akhirat kelak. Bagaimana mungkin mereka akan di-hisab sementara apa yang ada pada diri mereka hanyalah pakaian yang melekat di badan.
Selanjutnya yang juga termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ ini ialah orang ahli makrifat. Yaitu orang yang begitu kenal dengan Allah SWT. Oleh karena itu, hati mereka senantiasa ingat kepada Allah. Hatinya juga setiap saat merasakan kehebatan, kebesaran dan keagungan Allah. Begitu juga, hatinya setiap saat senantiasa merasa rindu kepada Allah SWT.
Apabila kita membandingkan mereka dengan kebanyakan manusia, terasa jauh sekali perbedaannya. Mereka adalah orang yang senantiasa mengingat Allah, sedangkan kita senantiasa lalai dan durhaka kepada Allah. Tentu bukan suatu hal yang mudah untuk dapat senantiasa ingat kepada Allah SWT. Sedangkan dalam ibadah sholat yang diperintahkan oleh Allah untuk mengingat-Nya pun kita tidak selalu dapat mengingat Allah, terlebih lagi di luar sholat, tentu lebih sulit lagi kita dapat senantiasa mengingat Allah. Jelaslah bagi kita bahwa untuk menjadi ahli makrifat atau orang yang benar-benar mengenal Allah SWT bukanlah hal yang mudah. Bahkan ini suatu hal yang sangat susah untuk dicapai oleh kebanyakan manusia yang memang senantiasa lalai terhadap Allah SWT.
Itulah orang-orang yang termasuk di dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ di akhirat kelak. Mari kita menilai diri kita sendiri, apakah kita termasuk dalam golongan ini?
Seringkali manusia hanya mengharapkan didikan melalui manusia yang lain seperti dari guru, ustadz, alim ulama dan sebagainya. Kebanyakan manusia memang tidak menginginkan sama sekali untuk mendapatkan didikan langsung dari Allah ini karena tidak dapat bersabar dan redha menghadapinya. Namun harus diingat, seandainya manusia tidak berhasil dalam menerima didikan secara langsung dari Allah, maka janganlah terlalu diharapkan manusia itu berhasil dalam menerima didikan dari manusia yang lain.
Kita mengetahui betapa beratnya ujian yang menimpa para nabi dan rasul. Sebenarnya itulah didikan secara langsung dari Allah kepada mereka. Tidak mengherankan jika iman para nabi dan rasul sedemikian kuatnya sebab mereka menerima didikan atau pimpinan secara langsung dari Allah SWT.
Tentu ini jauh berbeda kebanyakan manusia yang justru tidak senang apabila menerima ujian dari Allah padahal itu merupakan didikan secara langsung dari Allah SWT. Seandainya kita berhasil menghadapi itu semua, maka kita akan termasuk dalam golongan ‘Bi ghairi hisab’ di akhirat kelak.
Kemudian termasuk juga dalam golongan ini juga adalah orang fakir yang sangggup bersabar dengan kefakirannya. Walaupun mereka tidak mempunyai apa-apa pun harta benda di dunia. Apa yang ada pada mereka hanyalah pakaian dipakai. Oleh karena, itu mereka tidak di-hisab di akhirat kelak. Bagaimana mungkin mereka akan di-hisab sementara apa yang ada pada diri mereka hanyalah pakaian yang melekat di badan.
Selanjutnya yang juga termasuk dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ ini ialah orang ahli makrifat. Yaitu orang yang begitu kenal dengan Allah SWT. Oleh karena itu, hati mereka senantiasa ingat kepada Allah. Hatinya juga setiap saat merasakan kehebatan, kebesaran dan keagungan Allah. Begitu juga, hatinya setiap saat senantiasa merasa rindu kepada Allah SWT.
Apabila kita membandingkan mereka dengan kebanyakan manusia, terasa jauh sekali perbedaannya. Mereka adalah orang yang senantiasa mengingat Allah, sedangkan kita senantiasa lalai dan durhaka kepada Allah. Tentu bukan suatu hal yang mudah untuk dapat senantiasa ingat kepada Allah SWT. Sedangkan dalam ibadah sholat yang diperintahkan oleh Allah untuk mengingat-Nya pun kita tidak selalu dapat mengingat Allah, terlebih lagi di luar sholat, tentu lebih sulit lagi kita dapat senantiasa mengingat Allah. Jelaslah bagi kita bahwa untuk menjadi ahli makrifat atau orang yang benar-benar mengenal Allah SWT bukanlah hal yang mudah. Bahkan ini suatu hal yang sangat susah untuk dicapai oleh kebanyakan manusia yang memang senantiasa lalai terhadap Allah SWT.
Itulah orang-orang yang termasuk di dalam golongan ‘Bi Ghairi Hisab’ di akhirat kelak. Mari kita menilai diri kita sendiri, apakah kita termasuk dalam golongan ini?
Golongan kedua yaitu golongan ‘Ashabul Yamin’ atau orang-orang yang menerima catatan amal di tangan kanan adalah golongan orang-orang sholeh, Ulil Abrar ataupun golongan Muflihun. Golongan ‘Ashabul Yamin’ adalah orang-orang yang memiliki keimanan sekurang-kurangnya tingkat Iman Ayan. Iman Ayan adalah iman yang telah meresap di dalam hati. Mereka juga adalah orang yang amal kebaikannya melebihi kejahatannya. Golongan ini terlepas dari azab neraka, namun mereka tetap menjalani hisab atau perhitungan dari Allah SWT. Mereka lebih lambat dalam menempuh titian menuju syurga atau Siratul Mustaqim disebabkan oleh pemeriksaan yang mereka jalani.
Di atas titian Siratul Mustaqim terdapat lima tempat pemeriksaan. Kelima tempat itu dijaga oleh para malaikat yang tugasnya memeriksa setiap hamba Allah. Bayangkanlah bagaimana sekiranya kita tertahan di kelima tempat pemeriksaan itu? Sedangkan satu hari di akhirat adalah selama seribu tahun di dunia.
Maka tidak mengherankan jika orang-orang Muqarrabin tidak mau ’sekedar’ menjadi orang sholeh. Orang-orang sholeh, walaupun masuk ke syurga, terpaksa di-hisab terlebih dahulu. Tentu hal ini akan menyusahkan mereka. Oleh karena itu, orang-orang Muqarrabin lebih suka untuk mati syahid dalam mempertahankan agama Allah karena orang yang mati syahid langsung dimasukkan oleh Allah ke dalam syurga.
Terpaksa berhenti untuk di-hisab di Siratul Mustaqim adalah merupakan penderitaan dan bagaikan azab bagi golongan Muqarrabin. Di dalam kitab-kitab tasawuf diterangkan bahwa kebaikan yang dibuat oleh orang sholeh masih dianggap bagaikan kejahatan bagi golongan Muqarrabin. Bagi golongan Muqarrabin, sesuatu hal yang halal tetapi akan di-hisab dianggap bagaikan suatu kejahatan.
Untuk mengukur mudah atau tidaknya menjadi orang yang sholeh, mari kita perhatikan apa yang pernah disampaikan oleh Imam Al Ghazali. Imam Al Ghazali mengatakan bahwa orang sholeh itu, dari 24 jam sehari yang diberikan Allah kepadanya, 18 jam di antaranya diisi dengan kebaikan. Hanya 6 jam sisanya saja yang digunakan untuk melakukan hal yang mubah. Tentu saja inipun bukan hal yang mudah.
Di atas titian Siratul Mustaqim terdapat lima tempat pemeriksaan. Kelima tempat itu dijaga oleh para malaikat yang tugasnya memeriksa setiap hamba Allah. Bayangkanlah bagaimana sekiranya kita tertahan di kelima tempat pemeriksaan itu? Sedangkan satu hari di akhirat adalah selama seribu tahun di dunia.
Maka tidak mengherankan jika orang-orang Muqarrabin tidak mau ’sekedar’ menjadi orang sholeh. Orang-orang sholeh, walaupun masuk ke syurga, terpaksa di-hisab terlebih dahulu. Tentu hal ini akan menyusahkan mereka. Oleh karena itu, orang-orang Muqarrabin lebih suka untuk mati syahid dalam mempertahankan agama Allah karena orang yang mati syahid langsung dimasukkan oleh Allah ke dalam syurga.
Terpaksa berhenti untuk di-hisab di Siratul Mustaqim adalah merupakan penderitaan dan bagaikan azab bagi golongan Muqarrabin. Di dalam kitab-kitab tasawuf diterangkan bahwa kebaikan yang dibuat oleh orang sholeh masih dianggap bagaikan kejahatan bagi golongan Muqarrabin. Bagi golongan Muqarrabin, sesuatu hal yang halal tetapi akan di-hisab dianggap bagaikan suatu kejahatan.
Untuk mengukur mudah atau tidaknya menjadi orang yang sholeh, mari kita perhatikan apa yang pernah disampaikan oleh Imam Al Ghazali. Imam Al Ghazali mengatakan bahwa orang sholeh itu, dari 24 jam sehari yang diberikan Allah kepadanya, 18 jam di antaranya diisi dengan kebaikan. Hanya 6 jam sisanya saja yang digunakan untuk melakukan hal yang mubah. Tentu saja inipun bukan hal yang mudah.
Adapun golongan yang ketiga yaitu ‘Ashabul Syimal‘ atau golongan yang menerima catatan amal di tangan kiri. Mereka adalah orang-orang mukmin ‘asi atau orang-orang mukmin yang durhaka. Kejahatan mereka lebih berat dari amal kebaikan yang mereka lakukan. Mereka akan dimasukkan ke dalam neraka dahulu, sebelum akhirnya akan dimasukkan juga ke dalam syurga. Mereka dimasukkan ke dalam neraka sebagai pembersihan terhadap dosa dan maksiat yang mereka lakukan. Setelah selesai menjalani hukuman di neraka, barulah mereka dimasukkan ke dalam syurga.
Sedangkan golongan yang terakhir adalah golongan ‘Ashabul A’raf’ yaitu golongan yang amal kebaikan dan kejahatannya itu sama banyak. Golongan ini walaupun mereka selamat dari masuk ke neraka, tetapi mereka lebih lambat masuk ke syurga daripada golongan ‘Ashabul yamin’ yang setelah menempuh Siratul Mustaqim tidak ada halangan lagi untuk masuk ke syurga. Sedangkan bagi golongan ‘Ashabul A’raf’, setelah mereka menempuh Siratul Mustaqim mereka masih ditahan untuk dapat masuk ke syurga.
Mereka akan ditahan di ujung Sirotul Mustaqim. Kemudian Allah memerintahkan kepada golongan ‘Ashabul A’raf’ ini untuk meminta satu amal kebajikan kepada para penghuni syurga agar amal kebaikan mereka menjadi lebih berat daripada kejahatan mereka. Barangsiapa yang telah mendapatkan satu amal kebajikan dari penghuni syurga akan diizinkann untuk masuk ke syurga. Maka, mondar-mandirlah mereka untuk meminta belas kasihan dari para penghuni syurga.
Setelah sekian lama, akhirnya Allah SWT memasukkan ke dalam hati para penghuni syurga kesediaan untuk menghadiahkan satu amal kebaikan mereka kepada orang-orang dari golongan ‘Ashabul A’raf’. Tetapi anehnya, justru bukan orang yang mempunyai banyak amal kebaikan yang langsung bersedia memberikan satu amalan kebajikannya kepada golongan ini. Tetapi orang yang bersedia memberikan amal kebaikannya adalah orang yang hanya mempunyai kelebihan satu amalan kebaikan saja. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman kepada golongan ini:
“Sekiranya kamu hamba-hamba-Ku yang mempunyai kelebihan satu amal kebaikan begitu pemurah kepada hamba-hamba-Ku sehingga dapat masuk ke dalam ke syurga, maka sesungguhnya Aku lebih pemurah dari itu.”
Maka hamba Allah yang pemurah itu pun dinaikkan derajatnya oleh Allah di syurga. Inilah kelebihan yang dikaruniakan oleh Allah SWT kepada mereka di akhirat.
Sedangkan golongan yang terakhir adalah golongan ‘Ashabul A’raf’ yaitu golongan yang amal kebaikan dan kejahatannya itu sama banyak. Golongan ini walaupun mereka selamat dari masuk ke neraka, tetapi mereka lebih lambat masuk ke syurga daripada golongan ‘Ashabul yamin’ yang setelah menempuh Siratul Mustaqim tidak ada halangan lagi untuk masuk ke syurga. Sedangkan bagi golongan ‘Ashabul A’raf’, setelah mereka menempuh Siratul Mustaqim mereka masih ditahan untuk dapat masuk ke syurga.
Mereka akan ditahan di ujung Sirotul Mustaqim. Kemudian Allah memerintahkan kepada golongan ‘Ashabul A’raf’ ini untuk meminta satu amal kebajikan kepada para penghuni syurga agar amal kebaikan mereka menjadi lebih berat daripada kejahatan mereka. Barangsiapa yang telah mendapatkan satu amal kebajikan dari penghuni syurga akan diizinkann untuk masuk ke syurga. Maka, mondar-mandirlah mereka untuk meminta belas kasihan dari para penghuni syurga.
Setelah sekian lama, akhirnya Allah SWT memasukkan ke dalam hati para penghuni syurga kesediaan untuk menghadiahkan satu amal kebaikan mereka kepada orang-orang dari golongan ‘Ashabul A’raf’. Tetapi anehnya, justru bukan orang yang mempunyai banyak amal kebaikan yang langsung bersedia memberikan satu amalan kebajikannya kepada golongan ini. Tetapi orang yang bersedia memberikan amal kebaikannya adalah orang yang hanya mempunyai kelebihan satu amalan kebaikan saja. Oleh karena itu, Allah SWT berfirman kepada golongan ini:
“Sekiranya kamu hamba-hamba-Ku yang mempunyai kelebihan satu amal kebaikan begitu pemurah kepada hamba-hamba-Ku sehingga dapat masuk ke dalam ke syurga, maka sesungguhnya Aku lebih pemurah dari itu.”
Maka hamba Allah yang pemurah itu pun dinaikkan derajatnya oleh Allah di syurga. Inilah kelebihan yang dikaruniakan oleh Allah SWT kepada mereka di akhirat.
Note :
Langganan:
Postingan (Atom)